Sisi lain sebuah Puisi "IBU INDONESIA" karya Sukmawati


Aku akui bahwa diriku adalah seseorang yang tersesat dalam dunia sastra. Aku sangat tertarik dengan dunia sastra sejak dulu, awal kumengenalnya saat bertatap muka dengan matapelajaran Bahasa Indonesia, kala itu bahkan aku masih mengenakan seragam merah putih.
Hal yang paling aku suka dari sastra adalah sebuah seni merangkai kata, untaian kata yang penuh emosi bahkan kontroversi. Sastra dapat meluluhkan jiwa setiap insan. Tak mengenal ia seniman atau seorang preman. Bagiku sastra adalah hal yang paling tepat untuk setiap insan meluapkan emosinya dalam bentuk yang “berbeda”.

Sastra bisa berupa sebuah puisi, pantun, bahkan cerita. Kekuatan sastra adalah sebuah karya seni yang tak hanya sekedar untaian kata semata. Karya sastra memiliki sebuah “cerita” atau sudut pandang yang berbeda-beda. Tergantung intrepretasi sang pembaca. Bpk Sapardi Djoko Damono seorang pencipta puisi “Hujan di Bulan Juni” pun pernah berkata bahwa “Puisi itu hidup kalo intrepretasinya macem-macem, kalo cuman satu ya sekali baca sudah habis”.

Ibu Sukmawati dengan Buku Kumpulan Puisi Ibu Indonesia
Ibu Sukmawati dengan Buku Kumpulan Puisi Ibu Indonesia

Membahas tentang viralnya puisi “Ibu Indonesia” karya Sukmawati. Entah apakah Aku harus bahagia atau sedih mendengar kabar itu. Di sisi lain Aku turut bahagia karena secara tidak langsung citra puisi kembali terangkat bahkan viral. Tapi sejujurnya saya lebih sedih, citra puisi memang sedang gencar dibicarakan tapi dalam konteks negatif. Sungguh sangat disayangkan.
Dalam puisi “Ibu Indonesia”  terdapat beberapa baris yang isinya membandingkan azan dengan kidung, juga membandingkan cadar dengan sari konde.
Berikut adalah cuplikan puisi yang dimaksud:

“Aku tak tahu Syariat Islam
Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah
Lebih cantik dari cadar dirimu

Aku tak tahu syariat Islam
Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok
Lebih merdu dari alunan azan mu”

Seperti yang sejak awal Aku katakan, Negatif atau tidaknya puisi “Ibu Indonesia” karya Sukmawati tersebut tergantung dari sang pembaca yang mengintrepretasikan. Dan dilapangan mayoritas pembaca mengintrepretasikan puisi tersebut kedalam konteks negatif bahkan termasuk kategori penistaan terhadap Agama. Namun ada beberapa orang yang menganggap puisi itu biasa-biasa saja, hanya sekedar ekspresi jiwa secara personal.
Sukmawati sendiri menolak dan membantah jika puisinya disebut sebagai penistaan.
“Itu suatu realita tentang Indonesia. Enggak selalu orang yang mengalunkan azan itu suaranya merdu. Itu suatu kenyataan. Ini kan seni suara ya. Dan kebetulan yang menempel di kuping saya adalah alunan ibu-ibu bersenandung, itu kok merdu. Itu kan suatu opini saya sebagai budayawati,” kata Sukmawati.
Jika ditanya, lalu apa yang mucul dibenak diriku? Seperti apakah diriku mengintrepretasikan puisi ini? Oke, sekali lagi ini adalah hanya sekedar opini diriku pribadi. Menurutku Ibu Sukmawati mencoba menggambarkan keindahan Indonesia secara “kebudayaan”, kebudayaan yang indah dan kuat. Beliau memposisikan sebagai seseorang yang cinta kebudayaan dan melepaskan diri dari sudut pandang pengetahuan sebuah ajaran agama.
Tapi.. salahnya Ibu Sukmawati adalah membuat sebuah pembanding yang menurut saya kurang etis. Seharusnya beliau bisa mencari penggantian kata/objek selain kata Adzan dan Cadar, apalagi menyangkutkan kata “syariat Islam”. Sungguh sangat disayangkan.
Ini yang sangat ditakutkan seorang sastrawan. Sebenarnya di lapangan sudah  ada beberapa  karya-karya  sastra jika diintrepretasikan sangat menyinggung sara, namun kebanyakan karya tersebut dikemas secara apik dan bijaksana. Berbeda dengan puisi “Ibu Indonesia”, bahkan tak perlu adanya analisis yang mendalam pasti pembaca khususnya orang awam (tidak mengenal sastra secara mendalam) dengan mudah mengartikan bahwa ini merupakan jelas puisi yang berbau sara.
Menilai puisi ini termasuk kategori sara atau bukan itu juga hak priogatif masing-masing. Apalagi ini adalah sebuah puisi, sebuah tulisan seni yang memiliki unsur fungsi/tujuan yang sangat general. Jadi kita bisa ambil hikmah dari kejadian ini bahwa puisi  adalah salah satu urusan yang sangat sensitif. Bahkan hanya karena puisi kita bisa dipolisikan
Boleh bergalau ria dengan pusis, boleh mengkritik sesuatu dengan puisi, boleh saja kita marah dengan melalui puisi..
Tapi ingat! Budayakan berpusi yang berbudi dan beretika.

Versi Video:

Obor Terakhir

Obor Terakhir
Sumber Gambar: POS RONDA

Mungkin ini adalah akhir dari sebuah pencarian.
Pencarian yang setiap jalannya selalu diselimuti kabut kegelisahan.
Bukan berarti aku tak lagi percaya akan sebuah cinta, bukan pula aku sudah menaruh kecewa
Namun sekarang aku merasakan titik lemah, merasa sudah tak sanggup lagi, aku sangat lelah. Kamu adalah penutup lembaran kisahku.

Kita bertemu dalam sebuah kabut hitam.
Sama-sama berjuang mencari satu titik terang dalam kegulitaan.
Sama-sama berjuang memecah kesendirian dan dinginnya sepi yang menusuk raga.

Malam itu, di setiap langkah kakiku menyimpan history yang kental ku ingat.
Tatapmu perlahan memecahkan sepi, dan pelukmu perlahan membunuh rasa takut.
Aku tahu ini salah, aku tahu bahwa aku tak boleh bermain-main dengan api.
Tapi, inilah satu-satunya cara untuk memberikan sebuah terang dalam sepiku.

Hujan turun sangat deras, seakan tak rela melihatku membawa obor kebahagiaan.
Aku semakin dilema. 
Lagi dan lagi, aku kalah dengan rasa yang ada di dalam dada ini. Aku mulai terbakar.

Oborku ternyata tak selamanya mengibarkan apinya.
Perlahan ia redup. 

Malam itu sangat dingin. Tapi dingin itu tak bertahan lama.
Semua terbunuh akan hangatnya kisah-kisah kita.
Kisah yang seharusnya tak saling terucap, namun karena rasa percaya. Bibir ini tak kuasa berbagi kisah.

Aku semakin tahu tentangmu. Aku semakin memegang erat oborku.
Senyummu yang manis adalah janji yang selalu ku bawa.
Aku berjanji kamu adalah yang terakhir bagiku.
Aku adalah orang yang tak biasa mengungkap sebuah rasa.
Jika ada kata yang lebih dari kata “Sayang” aku akan mengucapkannya kepadamu.

Malam ini kembali sepi bahkan lebih sepi dari malam malamku yang dulu.
Hati ini seketika menutup. Tertutup rapat.
Tetes air mata tak terasa jatuh dalam keramaian.
Musik gembira pada pasar malam itu seketika meredup dalam telingaku. Gerimis pun datang merayu, menjemputku untuk pulang seraya melepasmu.


Obor Terakhir
Obor Terakhir

Bisu dalam Waktu

Sampai waktu tak mau bicara
Dingin tak lagi menyapa
Hangat tak mau mengoda

Seberapa lama?

Liar dalam cermin
Bisu dalam waktu

Kaki melangkah, Jiwa hilang arah
Teriak ku merontak, cerminku pun retak

Waktu sembunyikan detik
Sobek, cabik seluruh tabir

Frozen Time
Sumber gambar: jenniferann1970.wordpress.com

Cinta Sejati

Cinta Sejati
Sumber Gambar: pixabay.com

Dia yang Sempurna
Seketika Buat Hati Merekah
Bukan Berarti Pasti Jalan untuk Kita

Dia yang Biasa
Bahkan Terkadang Sering Terlupa
Mungkin Saja Jalan untuk Kita

Jalan yang Berakhir dalam Sebuah Kisah
Kisah Rumit Bahkan Pelik
Juangkan Dua Kata Semu
"Cinta Sejati"

Cinta Sejati itu Sederhana
Sesederhana Mengecap Manis dalam Gula

Jika Kau Masih Ragu Terbelenggu
Tinggalkan Perjuangan Semumu itu
Karena Sudah Pasti itu Bukanlah "Cinta Sejati"

Melata di Padang Pasir

afrika-namibia-pemandangan-1170029
Sumber Gambar: pixabay.com

Bagaikan secerca air
Berkilau di tengah desiran pasir panas
Kulihat semakin jelas
Kugapai semakin lepas
Semua semu
Keindahan hanya sebatas imaji
Semakin ku memaksa
Semakin ku terluka
Berjalan tak bisa
Melata pun tak kuasa
Aku kira tak mengapa
Juangkan secerca harapan
Dalam satu titik kegelapan

Belenggu Masa Lalu

Satu tetes, duatetes
Mengalir Menggores Perih
Gelap Mendung Mendera
Teriak Hati Tak Bertenaga


Satu detik, dua detik
Berhenti nafas, Ku tak mampu
Paru Terbelenggu Rasa Pilu
Sebuah Potret Masa Lalu

Belenggu masa lalu
Sumber: pixabay.com

Short Movie 'The Library ห้องสมุดแห่งรัก'

Dipublikasikan tanggal 29 Agt 2013
Mono Music & Super Uber Film

Waktu putar :30:59
Bahasa :Thai
Aktor :Ananda Everingham, Selena Weisman, Niti, Chaichitatorn
Sutradara : Nattawut Poonpiriya 
Produser : Ratchaphol Chitpuengtham, Prawit Jensukum Amorn Nilthep 
Kategori :Drama, Romantis, Film Pendek 
Lisensi : Lisensi YouTube Standar (Courtesy YouTube)

Sinopsis:

"Jim" jatuh cinta dengan "Ann" yang bekerja di perpustakaan pada pandangan pertama. Satu-satunya kendala bagi cintanya adalah aturan perpustakaan - "Keep Quite" Jadi dia menuliskan perasaannya untuk Ann dalam buku-buku yang dipinjamnya. Sayangnya, Ann tidak pernah menyadari apa yang dia lakukan sampai suatu hari ia tidak sengaja melihat pesan, tapi Jim tidak muncul di perpustakaan lagi dengan alasan yang tidak diketahui.
Bagaimana akhir dari cinta ini? - dalam tawa atau air mata? Cari tahu di "The Library"


Trailer:



Download Full Version [HD] 268 MB

 Download หนังสั้น 'The Library ห้องสมุดแห่งรัก' - The Library





H a p p y   W a t c h i n g  :)




Original Soundtarck



Executive Producer : รัชพล จิตพึงธรรม
Producer : ม.ล. พิทยากรณ์ รัชนี 
Lyrics : ปัญญา โกเมนไปรินทร์ 
Melody : MildVocaList 
Arrangement : ม.ล. พิทยากรณ์ รัชนี , ชินวุฒิ วัฒนาสัจจา 
Recording Engineer : ม.ล. พิทยากรณ์ รัชนี
Vocal Director : ม.ล. พิทยากรณ์ รัชนี
Digital Edited : ม.ล. พิทยากรณ์ รัชนี
Recorded at Guess Music Studio, A More Studio
Mixed and Mastered : วารุศ รินทรานุกูล
Mixed and Mastered at Sevendogs Studio
All instruments by arranger except druns by สุรพงษ์ ปิ่นแก้ว
Chorus : ม.ล. พิทยากรณ์ รัชนี
Art Director: ประวิทย์ เจนสุขุม
Stylist : เจนรบ ชัยเลิศ

Courtesy of YouTube

Sinopsis Novel: Sahabat, Karya: Agnes Davonar

 Tiada kasih yang lebih abadi daripada pemberian seorang sahabat yang sempurna- tidak akan mati walau ia pergi untuk selamanya dalam hidup kita” Agnes Davonar


Aku tidak pernah berpikir kalau hidupku masih bisa bernafas setelah kecelakaan tabrakan mobil yang membuatku koma selama 1 bulan lamanya. Istriku Angel berkata padaku, bahwa Tuhan masih sangat mencintaiku sehingga ia memberikan aku satu kehidupan baru dalam hidupku. Selama proses pemulihan aku hanya bisa duduk terbaring di kursi roda untuk melakukan aktifitas, sebagai anak tunggal satu-satunya dalam keluargaku, ayah dan ibu sangat mencintaiku.
Hidupku terlahir dengan kekayaan berlimpah, istriku cantik dan sejak kecil aku terbiasa dimanjakan sebagai anak orang kaya. Aku bersekolah di Australia saat lulus dari SMA dari Jakarta, menjadi orang kaya tidak membuatku dapat memiliki sahabat karena sifatku yang pendiam terlebih kata ibu sejak kecil aku mempunyai jantung yang lemah. Tidak heran mereka selalu mencemaskan keadaanku yang

a Cup of Cappuccino

Judul : a Cup of Cappuccino
Gendre : Romance, Remaja
Pengarang : Riki Bahari

Sore itu Jakarta sedang diguyur hujan yang sangat deras, cuaca tersebut cukup memaksa seseorang untuk mengenakan jaket atau mantel tebal. Namun, di balik tembok kafe itu terlihat sangat kontras. Musik lembut yang mengalun, hangatnya lampu yang terpancar ke seluruh dinding, berbanding terbalik dengan keadaan di luar ruangan.  Kafe dengan desain vintage itu setiap harinya memang sangat rampai di kunjungi. Tak hanya nuansa ruangannya yang unik dan nyaman, namun cita rasa kopi yang disuguhkan dalam menu nya memang sudah melekat sekali di hati para pelanggan setia, dan mungkin Sandra adalah salah satu pelanggan setia yang sudah jatuh hati dengan nikmatnya kopi tersebut. “Cappucinonya satu, gulanya sedikit saja”. “Ada lagi?” tanya si pelayan kafe itu kepada pelanggan wanita yang duduk di meja No. 19 itu. “Cukup itu saja”. “Ok terimakasih, pesanan akan segera kami antar”.

Sandra, gadis manis berambut pendek yang kini sedang duduk di meja No. 19 itu terlihat melamun menatap kosong tetesan-tetesan air hujan yang mengalir di permukaan kaca jendela kafe. Muram, letih, lesu itulah gambaran wajah Sandra saat itu. Tak biasanya Sandra seperti itu, akhir-akhir ini memang Sandra tak seceria dulu lagi, semenjak peristiwa itu terjadi padanya. Sandra masih terdiam menatap jendela dengan tatapan kosong. Hingga tak sadar Sandra pun menitikan air matanya yang tak terbendungkan lagi, menangis lirih tanpa suara mungkin hanya itu yang bisa ia lakukan agar perasaan sedihnya terluapkan. Peristiwa semalam rupanya masih belum bisa Sandra terima dalam kehidupannya, berusaha pasrah menerima kenyataan namun itu semua sulit untuk Sandra lakukan. Sesekali Sandra mencoba menghapus air mata yang mengalir membasahi pipinya, namun tangis Sandra semakin dalam dan sedih. 

“Ini pesanannya mbak.., mbak ada yang bisa saya bantu?, apa mbak baik-baik saja?” Beberapa menit kemudian si pelayan kafe menghantarkan pesanan. Terlihat pelayan kafe itu mencoba menanyakan apa yang terjadi pada Sandra saat itu. “Oh iya… Thanks ya! Saya baik-baik saja ko mas” Sandra pun langsung menghapuskan air matanya dan membalas senyum kepada pelayan kafe itu.
Hampir setiap hari Sandra mengunjungi kafe itu, masih dalam keadaan ekspresi wajah yang muram sedih dan tanpa gairah untuk menjalani hidup. Seperti biasa, Sandra selalu ditemani dengan secangkir cappuccinonya. Namun kali ini ada yang sedikit berbeda, di cangkir cappuccino itu terselip sebuah kertas putih yang berisikan sebuah kalimat.


“Nikmatilah hidup anda, hidup cuman sekali. Jangan biarkan anugerah kecantikanmu tenggelam hanya karena sedikit rasa sedih saja”

Senyuman kecil pun mulai tampak ketika Sandra mulai membaca tulisan itu. Tergelitik dalam fikirannya, siapakah orang yang berani mengirimkan kertas itu. Kini Sandra menikmati secangkir cappuccino tidak lagi dengan wajah yang sedih dan muram, setidaknya ada sedikit senyuman di wajahnya itu. Usai menghabiskan cappucinonya Sandra memanggil si pelayan kafe. “Mas..!!” dengan mengangkat tangan kanannya Sandra memanggil pelayan kafe. “Ada yang bisa saya bantu?” tanya pelayan pria itu. "Ini saya mau bayar" dengan tersipu malu dibumbui senyum kecil Sandra menatap si pelayan kafe tampan itu. Memang pelayan kafe itu sangat tampan, bahkan dia menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi pelanggan untuk selalu berkunjung di kafe itu. Tubuhnya yang ideal dengan tinggi 175 cm dan berat 73 kg, kulit yang cukup putih, dan yang paling membuat para kaum hawa terpesona adalah sepasang lesung pipitnya yang terbentuk manis saat dia mulai tersenyum. "Pasti dia yang sudah kasih aku kertas itu" gumam sandra dalam hatinya, ia nampak tersenyum-senyum kecil. "Totalnya 22 ribu" seru si pelayan kafe dengan diiringi senyuman lesung pipitnya khasnya.

Keesokan harinya…. Sore itu Jakarta rupanya tak lagi mengguyurkan hujannya, mungkin lebih tepatnya sore itu Jakarta sedang berbahagia. Tak hanya Kota Jakarta yang berbahagia, rupanya Sandra juga sedang berbahagia. Seperti biasa Sandra mengunjungi kafe favoritnya itu, duduk di kursi No. 19 di sebelah jendela. Menikmati indahnya matahari terbenan yang terlihat jelas dari jendela kafe. Sinar jingga yang dipancarkan mentari membias sempurna melengkapi binar cantik mata Sandra. 
"Saya harap hari ini anda terlihat lebih bahagia dibandingkan hari sebelumnya" 
Sandra semakin dibuat penasaran dengan orang yang mengirimkan kertas itu. Sandra sendiri belum terlalu yakin bahwa si pelayan itulah yang mengirimkan kertas itu. "Apakah pelayan itu yang mengirimkan kertas ini?" dengan menatap si pelayan tampan itu yang sedang bertugas melayani pelanggan. "Ya Tuhan, aku baru sadar selama ini hanya pelayan itu yang melayaniku di kafe ini! Tuh kan aku mulai mengada-ada. Please Sandra jangan GR dulu". Tak disadari Sandra mulai tersenyum-senyum sendiri.

Kini setiap Sandra memesan Cappucino ia tak pernah absen mendapatkan kertas yang terselip di cangkirnya itu. Sempat ia ingin menanyakan perihal kertas itu kepada si pelayan tampan itu, tapi melihat ekspresi pelayan itu yang biasa-biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa, Sandra pun mengurungkan niatnya. Ia takut salah menduga, mungkin saja semua itu hanya perasaan dan dugaannya saja.
"Saat kita tak bisa berhenti berharap dan tak pernah berhenti berkedip memandang, di situlah cinta mulai datang," tertulis di kertas yang terselip di cangkir cappucinonya.
Sempat Sandra berfikir bahwa tulisan itu memang dibuat oleh pengelola kafe untuk para pelanggan, tapi setelah ia memperhatikan pelanggan lainnya ia tidak menemukan kertas yang sama seperti yang ia dapatkan. 

Satu bulan berlalu, satu bulan pula ia selalu mendapatkan kertas itu. Kini Sandra sudah terbiasa menerima kertas yang selalu terselip di cangkir Cappucinonya itu.
"Senyummu sangat indah, selalu bersyukurlah dengan apa yang sudah kamu punya hari ini" 
Mungkin itu adalah kertas terakhir yang Sandra terima. Sudah dua bulan ini Sandra tidak lagi menerima kertas-kertas yang tak pernah absen menyelip di cangkir cappucinonya. Sandra semakin bingung dengan semua itu, ia berfikir mungkin si penulis mulai lelah untuk menuliskan kalimatnya di kertas atau mungkin sudah kehabisan kata-kata romantisnya.

"Silahkan ini cappuccinonya" seru pelayan wanita itu. "Terimakasih, wah baru kali ini saya dilayani dengan pelayan yang berbeda". "Oh.. mungkin yang mbak maksud si Dimas ya mbak?" tanya si pelayan itu. "Mungkin?? saya juga tidak tahu siapa namanya" balas Sandra. "Sekarang Dimas bekerja di bagian kasir, itu orangnya" dengan menujuk ke arah kasir. Terlihat, Dimas hanya fokus dengan tugasnya di kasir. "Iya.. pelayan itu yang saya maksud" jelas Sandra. "tuh kan bener dugaan gue" seru Putri dalam hati. "Ok, saya kembali kerja dulu ya mbak" seru si pelayan itu. "Ok.." balas Sandra. "Pantas saja belakangan ini aku tidak lagi mendapatkan kertas itu, ternyata si penulis itu sibuk dengan uang-uangnya di kasir. Tapi kalo dilihat-lihat dia tampan juga ya.. Tinggi, putih, senyumnya juga terlihat manis." gumam sandra dalam hatinya sembari tersenyum-senyum kecil. Entah mengapa Sandra merasakan ada yang hilang dari dirinya, terkadang ia sangat merindukan hadirnya kertas-kertas itu. Tapi apa boleh buat, si penulis sudah pensiun, kini ia sibuk dengan tugasnya yang baru.

Dua minggu kemudian… Di sudut sana, tepat di spot kasir tempatnya bekerja, Dimas memperhatikan seluruh pengunjung kafe, namun ia tidak melihat sosok Sandra. Sudah dua minggu ini Sandra tidak berkunjung ke kafe. Hari-hari Dimas mulai dihampiri rasa kejenuhan tanpa adanya semangat, bahkan ketika kerja pun kadang ia selalu tidak fokus. Dimas mencoba terbiasa agar ia bisa melupakan sosok Sandra karena ia tahu bahwa ia sangat tidak cocok bersanding dengan Sandra, mengingat ia hanyalah seorang karyawan kafe, semakin Dimas ingin melukan sosok Sandra namun sungguh itu adalah hal sulit bagi dirinya. Akhirnya ada suatu hari dimana sore itu Sandra kembali datang mengunjungi kafe. Kali ini ada yang berbeda, Sandra tak lagi datang seorang diri, ia datang bersama seorang pria tinggi berdarah campuran Jawa-Australi. Seketika Dimas tertegun diam saat melihat Sandra datang dengan seorang pria. "Gue percaya, ini semua akan terjadi" seru Dimas di dalam hatinya.

Kini Sandra selalu berdua dengan pria itu ketika datang berkunjung ke kafe, bahkan kemersaan pun tak luput dari mereka berdua. "Sayang.. tunggu sebentar" seru si Pria itu. "Kenapa?" tanya Sandra. Perlahan Alex (nama si pria itu) mengusap bekas cappuccino yang menempel di sudut pipi Sandra. Sandra hanya terdiam dan tersenyum kecil. "Ah... kirain ada apa hehe.. maaf ya aku minumnya kaya anak kecil" seru sandra. "Hehe nggak apa-apa ko sayang.." balas senyum Alex. Di sudut lain dari jauh Dimas hanya bisa melihat wajah bahagia Sandra. Ia merasa bersyukur kini Sandra sudah menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya, mungkin kertas-kertas darinya bukanlah apa-apa dibandingan kebahagiaan yang saat ini Sandra dapatkan.

"Ada yang lagi patah hati nih ckckc.." tiba-tiba dari belakang, Putri (teman kerja Dimas) menepuk pundak Dimas. "Apaan sih put.. bikin kaget gue aja" seketika Dimas terkejut. "Tenang kawan, satu bulan atau dua bulan berlalu mereka pasti bakalan putus kok, dijamin" seru Putri. Dimas hanya bisa terdiam.

Satu tahun kemudian. Di kafe, terlihat Dimas dan Putri hanya bisa melongo dan diam melihat Sandra sedang duduk bersama Alex dalam kondisi hamil besar. "Sorry Dim, tebakan gue meleset!!" dengan mengelus pundak Dimas, Putri mencoba memberikan ketegaran. "Mungkin dia bukan jodohku kali Put" seru Dimas. "Iya kali ya haha!!" Putri pun tertawa lepas. "Ya.. Put.. bukannya semangatin gue, ini malah ketawain gue" dengan nada melas Dimas semakin terlihat menyedihkan.

Tujuh tahun Kemudian... Kini karir Dimas semakin berkembang, dimulai dari karirnya menjadi pelayan kafe kini dimas sudah menjadi manajer sekaligus pemilik kafe itu sendiri. Ia juga sudah mempunyai mobil dan rumah pribadi. Semua itu berhak Dimas dapatkan melihat ia selalu gigih dan bersungguh-sungguh dalam bekerja. Di samping pencapaiannya yang cukup baik, ada satu hal yang kurang dari kehidupannya, di umurnya yang genap 30 tahun seharusnya dia sudah mempunyai seorang pasangan hidup. Ternyata Dimas masih belum bisa melupakan sosok Sandra yang ia kenal tujuh tahun yang lalu. Sempat ia membuka hati dan berusaha memulai kehidupan baru, namun ia masih belum bisa.

"Fatin.. Ayo sini" Sandra memanggil dengan nada penuh kasih sayang. "Kenapa sih mah kita makan disini, kaka kan mau ice krim" dengan nada manja nan lucu fatin bertanya kepada Sandra yang ternyata adalah ibu dari anak itu. "Mamah kangen ngerasain cappucino kesukaan mamah, makanya mamah kesini, tapi tenang aja ko disini juga ada ice cream" seru Sandra. "Ye.... Ice cream, mah aku pengen yang rasa strawberry" fatin merasa sangat senang mendengar di kafe itu ada ice cream juga. "Okay sayang..." Balas Sandra. Sandra pun memanggil pelayan untuk memesan secangkir cappucino dan satu cone ice cream strawberry. "Mas.. Satu Ice Cream Strawberry dan satu hot cappucino" seru Sandra kepada si pelayan itu. "Oke bu.. Pesanan akan segera kami antar" balas si pelayan. Seketika Sandra teringat kisah sembilan tahun yang lalu yang pernah ia alami.

"Mah.. Pah... Tolong sekali ini saja mengerti Sandra, Sandra nggak mau dijodohin sama Alex" dengan air mata yang tak berhenti mengalir Sandra mencoba mengurungkan niat orangtuanya untuk menjodohkannya. "Tapi nak.. Alex itu baik, mapan, dan juga tampan ko.., lama kelamaan kalian pasti cocok, asal kalian mau mencoba untuk saling mengenal" jelas Bu Mirna (Ibunya Sandra). "Intinya Sandra tidak mau dijodohin titik." Sandra langsung pergi menuju kamarnya dan seketika langsung membanting pintu kamarnya.

Setelah kejadian itu sandra selalu sedih dan murung. Ia bahkan tak semangat lagi menjalani kehidupannya. Namun semenjak sore itu saat ia mengunjungi kafe, ada hal kecil yang membuat hidupnya sedikit berwarna. Kertas-kertas yang ia terima di selipan cangkir cappuccinonya mampu membuka fikirannya. Kesedihan sedikit demi sedikit hilang dari kehidupan Sandra. Semenjak Sandra mendapatkan kertas-kertas itu, Sandra mulai kagum dan jatuh hati kepada Dimas. Baru kali ini ia menemukan seorang pria yang sangat romantis dan begitu misterius. Namun ia berfikir itu hayalah sekedar rasa care seorang pelayan terhadap pelanggannya, melihat sikap Dimas yang hanya diam. Sandra sempat menunggu berminggu-minggu momen dimana Dimas berbicara secara langsung kepadanya. Tapi kenyataannya Dimas masih diam, bahkan kini ia tak lagi mengirimkan kertas-kertas itu. Mungkin inilah saatnya Sandra mendengar kata-kata di dalam kertas itu.
"Senyummu sangat indah, selalu bersyukurlah dengan apa yang sudah kamu punya hari ini"
Walaupun Sandra sudah jatuh hati kepada Dimas, ia harus merelakannya. Sandra merasa itu hanya sikapnya yang terlalu GR (gede rasa). Mungkin saat itu juga Sandra harus mencoba untuk belajar mencintai yang kini ia punya yaitu Alex dan melupakan cintanya yang bertepuk sebelah tangan itu.
"Ini Bu pesanannya, mohon maaf bu ice cream Strawberrynya lagi kosong.. Bu?" seru si pelayan kafe itu. "Oh.. iya kenapa?" lamunan Sandra seketika buyar. "Ini hot cappucinonya, dan mohon maaf ice cream strawberrynya lagi kosong" jelas si pelayan kafe. "Tuh kan mah... di sini nggak ada ice cream..." Fatin mulai merengek. "Udah dong sayang... besok kita bisa beli ice creamnya ko.., sekarang kita pesen yang lain aja ya.." Sandra berusaha membujuk Fatin "Nggak mau..!!" rengekan Fatin semakin keras..

Tak lama kemudian datang seorang pria menghampiri Sandra dan putrinya. "Ini ice creamnya" tiba-tiba pria itu memberikan satu cone ice strawbery kepada fatin. "Fatin..." Ekspresi wajah Sandra terlihat berusaha untuk menegur Fatin agar tidak menerima pemberian dari orang asing. "Dan.. ini buat kamu juga" pria itu memberikan sebuah kertas kepada Fatin. "Jangan sedih lagi ya, kalo mamahnya galak.. Bilang saja ke Om.. Ok!" tertulis sebuah kalimat di kertas itu. "Ok Om!!" Fatin langsung mengangkat jempolnya dengan di iringi senyuman lepas.
Di samping itu Sandra merasa heran dengan sosok pria itu. "Maaf Anda siapa ya?" Tanya sandra. "Oh iya memang kita selama ini belum sempat berkenalan, perkenalkan nama saya Dimas" seru si pria itu dilanjutkan dengan memberikan ajakan berjabatangan kepada Sandra. "Sandra.." Sandra membalas jabatangan Dimas. Namun Sandra terlihat masih bingung.

"Ya Tuhan!! apakah dia Dimas yang itu? Kertas itu?" Seru Sandra dalam hatinya. Sandra mulai ingat dan sadar bahwa yang sekarang tepat berdiri dihadapannya adalah Dimas si pelayan kafe itu. "Kamu....?" dengan ragu dan gugup Sandra berkata. "Akhirnya kamu ingat juga, ia ini aku si pelayan kafe yang hobby menulis itu hehe, walaupun penampilanku sekarang tak sekeren dulu hehe.." balas Dimas. Memang benar, Dimas yang sekarang tak lagi muda seperti dulu, ada beberapa rambut putih menghiasi kepalanya kini. "Bagaimana kabarnya?" sontak dengan bersamaan Dimas dan Sandra saling bertanya. Rupanya mereka berdua masih terlihat kaku dan malu. "Aku baik ko.. Bagaimana denganmu? Oh iya kenalkan ini putriku, Fatin" Sandra mencoba mengenalkan putrinya. "Aku baik juga, Hi Fatin.." Sapa Dimas kepada Fatin. "Kenapa kamu bisa tahu bahwa Fatin ingin ice cream strawberry? tanya heran Sandra. "Tadi temanku Putri memberitahuku, kebetulan hari ini aku sedang bertugas mengontrol kafe ini. Ini adalah kewajibanku sebagai seorang manajer kafe agar selalu membuat pelanggan merasa puas" jelas Dimas. "Oh iya dimana suamimu?" tanya Dimas. "Hmm.. Aku sudah lama berpisah dengannya.." dengan nada pelan Sandra menjelaskan semua yang terjadi. "Aku minta maaf, aku bukan bermaksud mengingatkan semua itu" Dimas merasa bersalah dengan apa yang ia tanyakan. "Oh.. nggak apa-apa ko, semua sudah berlalu.. yang jelas sekarang aku harus fokus membuat Fatin tetap bahagia" dengan air mata yang menetes Sandra memeluk putrinya itu.
"Mamah... jangan sedih.. Fatin kan udah nggak sedih lagi" dengan polosnya Fatin berusaha menghentikan tangisan ibunya itu. "Mamah nggak sedih ko sayang, mamah tadi cuman lagi belajar ekting saja sama Om Dimas" Sandra berusaha menutupi semuanya di depan Fatin. "Oh iya.. daripada kita sedih-sedihan, mending kita jalan yuk! Fatin mau nggak Om ajak ke pantai?" Dimas berusaha mencairkan suasana. "Mau....." dengan kegirangan Fatin langsung menerima ajakan dari Dimas. Namun rupanya Sandra sedikit tidak setuju dengan ajakan Dimas karena dia merasa belum ada persiapan apapun, tapi pada akhirnya Sandra setuju melihat Fatin begitu sangat berharap bisa pergi jalan-jalan ke pantai. Akhirnya mereka bertiga langsung bergegas menuju pantai menggunakan mobil pribadi milik Dimas. Di perjalanan terlihat keceriaan tergambar di setiap sudut ekspresi mereka. Beberapa jam berlalu, akhirnya merekapun sampai di tempat tujuan. Sandra hanya diam di bawah pohon kelapa sembari meminum segelas ice cappuccino, ia merasa bahagia melihat putrinya tertawa lepas ceria bermain air bersama Dimas di bibir pantai.

"Mah ayo dong sini main sama kita" seru Fatin "Mamah nggak bawa baju ganti sayang..." teriak Sandra dari kejauhan. Tak lama kemudian Dimas dan Fatin menghampiri Sandra dan menariknya secara paksa menuju bibir pantai. Kini semua badan Sandra basah kuyup akibat ulah Fatin dan Dimas yang sangat usil. Selesai puas bermain air mereka memutuskan pergi ke tempat makan yang tak jauh dari pantai itu. Karena Sandra tidak membawa baju ganti, kini Sandra harus rela memakai baju pria. Baju itu adalah milik Dimas yang kebetulan ada di dalam mobil Dimas. Melihat Sandra mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna cokelat itu, Fatin dan Dimas terbahak tertawa lepas. Sandra yang hanya diam dan melotot, Fatin dan Dimas sontak berhenti tertawa seketika. Keadaan hening, dan Sandra tiba-tiba tertawa. "Kalian lucu sekali, Dasar......," seru Sandra. "he..he..he.." Fatin dan Dimas tertawa kecil. "Untung saja mamah selalu bawa baju ganti buat kamu.., Hmm.. yaudah kita langsung cari makan aja yuk.." ajak Sandra. 

Selesai makan merekapun langsung bergegas pulang, melihat waktu sudah menunjukan pukul 6 sore. Di perjalnana Fatin tertidur lelap di kursi belakang mobil. Namun Sandra masih terjaga duduk di kursi depan mobil, sedangkan Dimas terlihat fokus dengan kemudinya. Mereka berdua hanya diam dan membisu. Sebenarnya jika saya boleh menenbak, terlihat dari ekspresi muka mereka ingin sekali saling melontarkan kalimat. "Sayang sekali disitu tidak ada kertas maupun pena sehingga Dimas tidak bisa menuliskan apa-apa, lagian dia sedang fokus menyetir" seru Sandra dalam hati. "Aku benar-benar merasakan hal yang sangat bodoh, sudah jelas di di sampingku lalu mengapa aku masih membisu, ya Tuhan..." seru Dimas dalam hatinya. "Aku harus sadar diri, mungkin dia sudah tidak tertarik lagi denganku.. Melihat kondisiku sekarang yang single parrent" seru Sandra dalm hati. Tiba-tiba di tengah perjalanan Sandra dikagetkan dengan keberanian Dimas memegang tangannya. Entah apa yang harus dilakukan Sandra saat itu, menghidar dari pegangan tangan itu atau membiarkannya. Dimas berusaha menggenggam tangan Sandra, dan pada akhirnya Sandra pun meresponnya. Akhirnya mereka kini saling berpegangan tangan, semakin lama semakin erat terlihat. Keduanya saling menatap dan tersenyum bersama. Semenjak hadirnya Dimas dalam keluarga kecil Sandra, kini Dimas dan Fatin semakin akrab. Mereka berdua bahkan bertiga dengan Sandra sering sekali jalan bersama. Namun semua itu tidak berlangsung lama. Tiba-tiba Dimas menghilang dari kehidupan Sandra dan Fatin. Sering kali Fatin selalu merengek ingin bertemu dengan Dimas, namun apalah daya Sandra tidak bisa mewujudkan keinginan Fatin karena ia sendiri tidak tahu dimana Dimas saat ini.
Segala usaha telah Sandra lakukan mulai dari menelfon Dimas, menanyakannya pada Putri (sahabat Dimas), bahkan ia rela mengunjungi kafe itu setiap hari dari mulai jam buka sampai tutup, namun semua itu tidak ada hasilnya. Sandra mulai putus asa dengan semua itu, mungkin benar Dimas hanyalah masa lalunya. Mungkin saja sekarang Dimas sudah menemukan kebahagiaannya.

"Putri, please jawab dengan jujur dimana sebenarnya Dimas berada saat ini?" tanya Sandra kepada Putri. "Maaf... Aku tidak tau mbak" jawab Putri. "Aku mohon..." Sandra semakin memohon memelas sampai ia meneteskan air matanya. Melihat semua itu Putri merasa tidak tega, akhirnya Putri berbicara yang sebenarnya kepada Sandra. "Dimas sudah lama ingin sekali berhenti dari kerjanya  dan menjual kafe ini, aku juga tidak tahu alasannya.. Namun aku berusaha sebisaku agar dia tidak menjual kafe ini dan tetap di sini menunggu kamu datang. Tujuh tahun Dimas menunggu akhirnya kamu datang dan menghentikan penantian panjang Dimas, tapi entah kenapa setelah dia bertemu denganmu ia memilih untuk pergi. Aku sudah tidak bisa lagi menahannya dan aku juga tidak tahu dimana dia sekarang." jelas Putri. Sandra hanya bisa terdiam.

"Oh iya aku hampir saja lupa, kamu tahu kan dia selalu menyelipkan kertas-kertas itu di cangkir cappuccino kamu?". "Iya aku ingat..? kenapa?" Sandra dibuat bingung oleh pertanyaan Putri mengenai kertas-kertas itu. "Semenjak Dimas tahu bahwa kamu sudah punya kekasih dia tak lagi menyelipkan kertas itu. Ia sadar ketika ia melihat kamu mengenakan cicin di jari manismu" seru Putri. "Aku baru tahu ternyata itu alasan dia mengapa saat itu dia menjauh dariku.." seru Sandra. "Tapi sebenarnya dia masih tetap menulis di kertas itu saat dia bertugas di kasir namun kertas itu disimpannya sendiri" jelas Putri. "Maksudnya?" Sandra semakin bingung. "Tunggu sebentar!" seru Putri. Putri langsung bergegas menuju kasir kafe, ia membuka sebuah laci yang berada di bawah komputer kasir. Tak lama kemudian putri membawa sebuah kotak berwarna merah marun dan memberikannya kepada Sandra. "Apa ini?" tanya Sandra. "Ini kumpulan kertas-kertas yang tak sempat Dimas kasih ke kamu" jelas Sandra.

Dua tahun kemudian... Mentari mulai menjauh dari hangatnya siang hari, sore itu saatnya Sandra menjemput Fatin di sekolahnya. Terlihat Fatin sudah lama berdiri menunggu jemputan ibunya, tak lama kemudian Sandra datang menghampiri Fatin dan mereka berdua pun masuk ke dalam mobil. "Sayang... Mau nggak hari ini sebelum pulang kita berkunjung ke rumahnya Om Dimas dulu?" tanya Sandra. "Ayo Mah..." seru Sandra. Mobil itu berhenti tepat di depan toko bunga, Sandra keluar dari mobilnya dan membeli beberapa tangkai bunga mawar putih. Setelah itu Sandra pun melanjutkan perjalanannya. "Mah, Andai saja Om Dimas masih bersama kita" Seru Fatin kepda Sandra "Sayang... Om Dimas selalu bersama kita kok, tepatnya di sini" balas Sandra dengan menunjuk ke arah dada Fatin. Terlihat Fatin dan Sandra dengan hikmat memanjatkan doa di depan makam Dimas. Setelah selesai memanjatkan doa Fatin dan Sandra meletakan mawar putih itu tepat di atas nisan makam Dimas.

Oh iya, kalian masih ingatkah dengan kumpulan kertas-kertas yang diberikan Putri kepada Sandra? Sore itu, tepat dua hari setelah Sandra mendapatkan kotak yang diberikan oleh Putri, ia pun membuka isi kotak itu. Kini terlihat ada banyak sekali kertas-kertas yang berserakan di kamarnya. Satu persatu Sandra membaca kertas itu sesuai urutan tanggal yang tertera di kertas.
“Aku ingin bertanya, kenapa kamu teramat suka dengan cappuccino?”. 
"Aku sangat senang melihat kamu memakain cincin indah itu, kuharap kamu bahagia dengan pasanganmu". 
"Hari ini adalah hari pertama aku melihat kebahagiaan yang sesungguhnya, saat kamu berkunjung dengan kekasihnmu". 
"Aku merasa iri dengan kemersaan yang kamu perlihatkan, namun sejujurnya aku sangat merasa senang melihat kamu bahagia". 
"Ini merupakan kabar gembira, melihat kamu sekarang sedang mengandung". 
“Kamu sudah menghilang, bahkan sebelum kertas-kertas ini aku berikan, kuharap senyum itu masih tetap ada menghiasi wajahmu”
Tangis dan senyum kini sudah tak bisa dibedakan lagi dari raut ekspresi Sandra. Ia hanya bisa terpaku terdiam membaca kertas-kertas itu.


“Untukmu yang kini di Surga… Dimas, Aku sempat tidak percaya saat mendengar kabar bahwa kamu sedang menjalani operasi besar melawan penyakit kanker otak yang kamu derita. Jika aku masih punya waktu denganmu, rasanya aku ingin sekali menghabiskan waktu bersamamu meminum hangatnya cappuccino bersama-sama. Kamu sempat bertanya mengapa aku sangat suka dengan Cappuccino, karena menurutku disetiap aroma cappuccino terdapat aroma kopi yang sangat lembut. Aku tahu kenapa Cappuccino diciptkan, karena Tuhan tahu bahwa sesorang yang tak suka kopi pahit sekalipun, masih bisa merasakan manisnya kopi, rasa pahit itu berubah menjadi paduan rasa yang sangat nikmat. Begitupun kisahku yang sama dengan secangkir Cappuccino yang selalu kupesan. Berawal dari kisahku yang pahit, namun setelah kau hadir, kisahku perlahan berubah menjadi manis. Aku tahu bahwa pahit dan manis kehidupan tak bisa dipisahkan, begitupun dengan pahit dan manisnya secangkir cappuccino. Sandra”



Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen #MyCupOfStory Diselenggarakan oleh GIORDANO dan Nulisbuku.com

Tinta Terakhir

Judul : Tinta Terakhir
Gendre : Cerpen Religi, Romance, Remaja
Pengarang : Riki Bahari

Tinta Terakhir

“Braakkk!!!” seketika terdengar pecahan gelas kaca yang terhempas begitu keras. Hitamnya kopi panas di dalam gelas itu pun ikut terhempas terlukis bebas di dinding putih ruang tamuku. Tangan ayah terlihat mengepal erat seakan menahan amarah yang begitu kuat. Aku semakin merasa iba dan sedih melihat ibu yang hanya bisa diam dan ketakutan dengan sikap ayah yang pemarah. Kondisi seperti ini sudah menjadi hal biasa di dalam keluargaku. Entah sampai berapa lamakah tangan ini mampu untuk mengusap air mata yang terus mengalir di pipi ibu. Apalah daya, aku hanya seorang anak perempuan yang tak berdaya. Di mata ayah aku selalu dipandang sebelah mata. Terkadang aku sangat merasa sedih melihat ayah yang lebih sayang kepada saudara – saudaraku yang disana. Hasrat dalam hati aku ingin meluapkan emosiku terhadap ayah. Namun bagaimanapun dia tetaplah ayahku yang wajib aku hormati. Mungkin kini hal satu – satunya yang bisa aku lakukan adalah meluapkan emosiku di sini, di buku harian ini. 
19 Januari 2011. Maryam.



Itulah catatan pertama Maryam yang ia tuangkan ke dalam buku hariannya. Aku sedikit merasa lega karena kini Maryam sudah mempunyai tempat untuk berbagi cerita yaitu di buku hariannya. Aku masih sangat ingat betul saat dulu